Ini dia cerita lengkapnya ketika saya berkunjung ke Workshop Tenun Sutera Wignyo Rahadi di Sukabumi yang disponsori juga oleh BTPN Sinaya.
Terima kasih untuk Femina yang telah memberi kesempatan saya menjadi juara I.
Bus mulai meninggalkan kantor Femina sekitar pukul 7.15 menuju Sukabumi. Kepadatan lalu lintas semakin terasa apalagi hari Sabtu, sehingga terpaksa 2 bus mini yang mengangkut sekitar 30 orang peserta harus mengurungkan niat untuk melewati Tol Ciawi dan mengalihkan rute memasuki kota Bogor. Even yang digagas oleh Femina bertajuk “ Inspirasi dari Selembar Kain” bekerja sama dengan BTPN Sinaya ini akan melakukan kunjungan ke workshop Tenun Gaya milik Wignyo Rahadi di Sukabumi, Jawa Barat. Hujan yang mengguyur selama perjalanan saya dan rombongan dari Femina membuat waktu tempuh menjadi lebih panjang, sehingga perlu waktu 5 jam untuk sampai ke Cisaat, Sukabumi. Tetapi,perjalanan yang cukup panjang disela-sela hujan gerimis ini rasanya terbayar lunas setelah saya menjejakkan kaki di sebuah rumah bergaya arsitektural tahun 70-an yang bagian belakangnya dijadikan tempat workshop tenun Wignyo Rahadi. Keramahan dari sang pemilik rumah beserta staf-stafnya menyambut kedatangan para peserta workshop. Kami dibawa keruang workshop, sebuah ruang tanpa sekat berukuran sekitar 200 m2 yang digunakan untuk memamerkan proses menenun benang sutera menjadi selembar kain. Sebelum melihat-lihat proses penenunan , tuan rumah mempersilakan kami untuk bersantap siang .
Aroma nasi liwet dengan bumbu rempah-rempah khas Indonesia membuat perut saya makin keroncongan. Pepes ikan khas Sunda lengkap dengan lalapan, sayur karedok, sambal, tempe goreng dan kerupuk benar-benar pas dengan suasana Sukabumi yang dingin diguyur hujan. Ditambah ada minuman bandrek panas, membuat saya yang dilanda kantuk hebat dibus tadi menjadi segar dan bersemangat. Tak lupa cemilan-cemilan berupa jajanan tradisional getuk bertabur parutan kelapa, jagung rebus, lemet singkong berbungkus daun pisang benar-benar merupakan suguhan selamat datang yang menggoda selera.
Latar Belakang lahirnya Tenun Gaya
Selesai acara santap siang, saya berkeliling ke area workshop.Beberapa pekerja sibuk mengerjakan bagiannya masing-masing. Bapak Wignyo Rahadi dengan ramah meladeni para peserta yang ingin menanyakan tentang seluk beluk Tenun Gaya. “Workshop di Cisaat ini sebenarnya bukan tempat dimana Tenun Gaya ini diproduksi, karena permasalahan limbah, maka tempat ini hanya digunakan sebagai ruang pamer bagi yang ingin mengetahui proses pembuatan Tenun Gaya”, papar Pak Wignyo. “Lokasi produksi tenun ini berada di kampung Cicohag, Desa Padaasih yang berjarak setengah jam dari sini”, Pak Wignyo menambahkan. Perkenalan dengan dunia tenun sutera berawal ketika menjabat sebagai manajer perusahaan yang bergerak dalam pengadaan benang sutra awal tahun 90-an. Dari mempelajari seluk beluk pembuatan benang sutra dan desain tenun yang baik, pada tahun 2000 , Pak Wignyo memantapkan hati untuk terjun secara total menjadi pengusaha tenun sutera ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Hal ini ditandai dengan mendirikan pabrik dilahan seluas 2500 m2 didaerah Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat dan usahanya itu dikenal dengan nama Tenun Gaya. Beliau menjelaskan bahwa sebagian besar pekerjanya adalah wanita yang semula pembuat batu bata karena memang pabrik yang didirikannya berada dilingkungan pekerja pembuat batu bata. Sehingga tidak dapat dipungkiri ada kendala pada awalnya karena mereka sudah terbiasa bekerja kasar kemudian beralih menenun.
(makanan tradisional khas Sunda yang menggiurkan,nyammmm!)
Namun, Pak Wignyo tetap mendorong mereka agar mau bekerja di workshop penenunan sutera. “Butuh kesabaran dalam menghadapi para pekerja, karena mereka perlu beradaptasi dari pekerjaan kasar ke kerajinan tenun yang membutuhkan keterampilan dan konsentrasi tinggi.
Cukup memusingkan, kain selebar 115 centimeter itu terdiri dari 6.400 lembar benang," katanya. Dengan diajarkannya keterampilan menenun, tentu saja upah yang mereka dapatkan menjadi lebih baik, daripada pekerjaan sebelumnya.
Pada dasarnya menenun adalah teknik pembuatan kain dengan menggabungkan benang secara memanjang dengan melintang, mengawinkan helai-helai benang menjadi selembar kain yang bermotif dan sarat unsur kreatifitas serta penuh makna tradisi. Motif-motif tradisional Indonesia yang dipakai pada Tenun Gaya antara lain motif Pande Sikek, motif Silungkang, dan motif Ulos.
Ada juga teknik kreasi sulam benang putus, teknik tenun salur bintik atau full bintik, teknik songket, teknik pewarnaan batik, teknik pewarnaan ikat,dan sebagainya. Bahkan dengan kreatifitas bapak Wignyo, motif rangrang dari Bali yang dipadukan dengan motif kontemporer memperoleh penghargaan dari UNESCO. Ada cerita panjang untuk menghasilkan dari benang sutera menjadi sehelai kain tenun yang cantik. Proses ini diawali dengan pemasakan benang-benang sutra mentah untuk menghilangkan air liur ulat yang masih melekat dibenang. Setelah direbus selama 5-6 jam, benang menjadi lemas dan tidak kaku. Kemudian dilakukan proses pewarnaan benang sutera yang berlangsung berulang-ulang selama 2 jam agar warnanya meresap kedalam serat sutera. Setelah itu tahap penjemuran yang sangat menggantungkan cuaca.
Jika cuaca panas, cukup 1 hari benang sudah kering, tetapi jika cuaca mendung bisa memakan waktu hingga 3 hari. Kemudian benang dikeprik, supaya benang lemas sehingga dalam tahap berikutnya tidak gampang putus, yaitu dengan menarik dan mengibas-ngibaskan benang. Benang yang sudah siap , digulung didalam kelosan. Proses selanjutnya adalah “pengeresan” yaitu memisah-misahkan benang dan menyusun satu persatu yang dihubungkan melalui sebuah alat dan dinamakan proses Mihane, yaitu menggulung kebung yang besar menjadi gulungan yang lebih kecil. Dari proses Mihane, kemudian proses Pemaletan yaitu memindahkan benang kedalam kelosan lebih kecil sehingga menjadi benang pakan dalam bentuk paletan dengan menggunakan alat pintal berbentuk seperti velg roda sepeda, yang kemudian dimasukkan kedalam teropong , semacam kayu berbentuk persegi dengan ujung runcing yang nantinya berfungsi untuk membantu menganyam benang pada lungsi . Suara gaduh benang dipintal terasa merdu ditelinga saya karena takjub dengan kelincahan tangan-tangan terampil dan ulet pemintalnya. Salah seorang pekerja pria menjelaskan desain motif tenunan ke pekerja wanita yang digantungkan diatas alat tenun berupa kertas dengan pola mirip kristik. ”Saya sudah 6 tahun mendesain motif, kalau dengan mesin dobi jaguard cuma butuh 2 minggu untuk menyelesaikan selembar kain, kalau dengan alat ini bisa 1 bulan”, jelasnya panjang lebar. Ternyata Jaguard adalah alat tenun hasil modifikasi dari Bapak Wignyo sehingga lebih kaya teknik, ada menganyam, memadupadankan warna, sekaligus memudahkan untuk membuat motif.
”Awalnya,digunakan pada mesin, tetapi gara-gara krisis, saya modifikasi dan aplikasikan pada alat tenun sehingga lebih mempercepat proses. Keterbatasan kemampuan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang menyebabkan motif tenun kurang berkembang , dengan alat tenun modifikasi tadi,menenun menjadi lebih simpel, pemula cukup belajar satu bulan untuk bisa mahir dengan alat ini. Semakin banyak warna tentu saja semakin sulit dan lama proses penyelesaiannya.
Bahkan dalam 1 hari hanya selesai 3 cm saja”, papar Pak Wignyo.
(IG Femina: aku dipasangin kain langsung oleh desainer Wignyo Rahadi,coba tebak mana kakiku?)
Tenun Gaya Semakin Mendunia
Dengan semakin meningkatkan minat masyarakat untuk memakai kain-kain tradisional Indonesia, semakin marak pula geliat produksi kain, khususnya sutra yang dihasilkan dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) alias tenun tangan di tanah air 5 tahun terakhir ini. Tenun gaya by Wignyo sudah cukup dikenal dengan warna-warna gradasi yang cukup unik karena pada awal pembuatan , benang tenun diberi warna terlebih dahulu sebelum ditenun.Pemberian warna dengan teknik yang berbeda-beda membuat hasil tenun Gaya by Wignyo bisa sangat bervariasi.Selain kaya akan warna dan detail, desainnya juga memiliki keunikan tersendiri karena merupakan hasil eksplorasi Pak Wignyo ke daerah-daerah penghasil tenun di pelosok nusantara, seperti Sengkang dari Sulawesi , Songket dari Padang, Ulos dari Sumatera, inspirasi batik dari Yogyakarta , dan Pekalongan yang dituangkan dalam karya-karyanya. Tak heran ,Pak Wignyo banyak mendapatkan penghargaan ditingkat nasional maupun internasional, antara lain UNESCO Award of Excellence for Handicrafts in South-East Asia and South Asia 2012 untuk produk selendang pengembangan motif rangrang - Nusa Penida, Bali dan World Craft Council Award of Excellence for Handicrafts in South-East Asia and South Asia 2014 untuk produk selendang pengembangan motif Tabur Bintang - Sumatera Barat dan produk selendang pengembangan motif Ulos Ragidup - Sumatera Utara.
Pemerintah Indonesia juga memberikan penghargaan UPAKARTI kategori “Jasa Pengabdian pada Bidang Usaha Pengembangan Industri Tenun” di tahun 2014 berkat keseriusannya dalam membina para perajin tenun diberbagai daerah. Selain itu Pak Wignyo juga aktif sebagai pengurus Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) periode 2014 – 2019 bidang daya saing produk dan ketua harian Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) periode 2015 – 2019. Dengan memasukkan unsur-unsur tradisional berkarakter Indonesia dan bordir dengan benang sutra telah menjadikan tenun Gaya by Wignyo kental dengan sentuhan modern.
Nama tenun Gaya by Wignyo juga dikenal dengan nama tenun SBY. Nama ini dikenal bukan dari Pak Wignyo sendiri melainkan pada saat Bapak SBY masih menjabat sebagai presiden, beliau acapkali mengenakan busana dari kain tenun Wignyo beserta seluruh keluarga. Akhirnya banyak orang yang menyebut tenun Gaya by Wignyo sebagai tenun SBY.Hal ini justru menimbulkan dampak yang luar biasa karena semakin dikenal sampai ke mancanegara dan uniknya , pemasaran tenun Gaya ini dilakukan secara langsung. Dengan puluhan mesin tenun tradisional, termasuk mesin tenun modern dan didukung lebih dari 80 tenaga kerja yang sebagian besar wanita dan remaja putus sekolah, produk yang dipasarkan hingga merambah ke Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam bahkan Korea ini meliputi selendang, kain panjang yang dikemas dalam gulungan maupun potongan,dan ready to wear berupa baju tunik, baju gamis, kemeja pria dengan konsumennya yang 90 persen adalah kaum wanita baik dari kalangan artis, pengusaha dan pejabat.Tarif yang dipatok untuk sehelai selendang berkisar dari 500 ribu hingga 5 juta rupiah untuk satu set kain panjang, selendang dan kebaya yang diberi sulaman atau bordir, tergantung motif,bahan dan jenis tenunnya. Dalam berpromosi, Wignyo Rahadi juga banyak bekerja sama dengan desainer-desainer ternama di Indonesia , dan menggelar acara peragaan busana secara berkala, salah satunya mengikuti Jakarta Fashion Week tahun 2012 lalu. Showroom Tenun Gaya ada di JL. Cipete Raya No.18-C Jakarta Selatan dan tersebar dibeberapa outlet mal besar di Jakarta dan Bandung.
(mejeng di Kantor Femina ala cover MAGAZINE era 90an)
Program Pemberdayaan Wanita
Femina yang concerned terhadap pemberdayaan wanita memiliki program Wanita Wirausaha. Oleh karena diadakannya kegiatan kunjungan ke Tenun Wignyo Rahadi yang berkaitan dengan pemberdayaan usaha masyarakat menengah kebawah agar lebih produktif ternyata sesuai dengan misi dari BTPN Sinaya.
Bank yang sudah memiliki cabang di 36 kota di Indonesia ini memberikan kesempatan bagi para nasabahnya untuk membantu para pelaku ekonomi mikro.Tabungan para nasabah yang dipinjam oleh masyarakat menengah kebawah digunakan untuk mengelola usahanya.BTPN Sinaya berinisiatif untuk membantu masyarakat dikalangan mass market agar lebih produktif dan mandiri. Mass Market ini ditujukan kepada 3 lini utama yaitu para pekerja UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) , masyarakat Pra Sejahtera Produktif dan para Pensiunan. Sinaya merupakan singkatan “Sinar yang Memberdayakan” yang sesuai dengan tujuan BTPN Sinaya untuk tidak hanya memberdayakan masyarakat, tetapi juga melakukan pendampingan dalam setiap kegiatan. Kegiatan Sahabat Daya oleh BTPN Sinaya sejalan dengan Pemberdayaan Kewirausahaan yang dilakukan oleh Bapak Wignyo Rahadi. Melalui program Relawan Sahabat Daya, Pak Wignyo melakukan pemberdayaan secara berkelanjutan terhadap hasil karya nasabah mass market sehingga mereka bisa memperbaiki kualitas hidupnya. Dengan melibatkan BPTN Sinaya dalam usaha Tenun Gaya, Pak Wignyo banyak menerima manfaat, karena BPTN Sinaya juga membantu dalam peningkatan wawasan suatu produk, melakukan pendampingan sekaligus ikut melestarikan budaya Indonesia dan memberdayakan perempuan Indonesia yang berpenghasilan rendah. Semoga semakin banyak penggiat-penggiat usaha yang terus berkiprah didalam pelestarian budaya Indonesia dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia ekonomi mikro secara konsisten, sehingga kesenjangan antara low class income dan middle class income semakin berkurang. Event yang diselenggarakan oleh Femina ini benar-benar semakin menumbuhkan rasa cinta dan bangga saya akan produk-produk Indonesia serta kekayaan budaya Indonesia.
(source: www.merdeka.com)
P.S.: all pics belong to me
Terima kasih untuk Femina yang telah memberi kesempatan saya menjadi juara I.
(dimuat di Majalah Femina terbit Januari 2016)
TENUN GAYA YANG MAKIN BERGAYA DAN MEMBERDAYAKAN
Bus mulai meninggalkan kantor Femina sekitar pukul 7.15 menuju Sukabumi. Kepadatan lalu lintas semakin terasa apalagi hari Sabtu, sehingga terpaksa 2 bus mini yang mengangkut sekitar 30 orang peserta harus mengurungkan niat untuk melewati Tol Ciawi dan mengalihkan rute memasuki kota Bogor. Even yang digagas oleh Femina bertajuk “ Inspirasi dari Selembar Kain” bekerja sama dengan BTPN Sinaya ini akan melakukan kunjungan ke workshop Tenun Gaya milik Wignyo Rahadi di Sukabumi, Jawa Barat. Hujan yang mengguyur selama perjalanan saya dan rombongan dari Femina membuat waktu tempuh menjadi lebih panjang, sehingga perlu waktu 5 jam untuk sampai ke Cisaat, Sukabumi. Tetapi,perjalanan yang cukup panjang disela-sela hujan gerimis ini rasanya terbayar lunas setelah saya menjejakkan kaki di sebuah rumah bergaya arsitektural tahun 70-an yang bagian belakangnya dijadikan tempat workshop tenun Wignyo Rahadi. Keramahan dari sang pemilik rumah beserta staf-stafnya menyambut kedatangan para peserta workshop. Kami dibawa keruang workshop, sebuah ruang tanpa sekat berukuran sekitar 200 m2 yang digunakan untuk memamerkan proses menenun benang sutera menjadi selembar kain. Sebelum melihat-lihat proses penenunan , tuan rumah mempersilakan kami untuk bersantap siang .
Aroma nasi liwet dengan bumbu rempah-rempah khas Indonesia membuat perut saya makin keroncongan. Pepes ikan khas Sunda lengkap dengan lalapan, sayur karedok, sambal, tempe goreng dan kerupuk benar-benar pas dengan suasana Sukabumi yang dingin diguyur hujan. Ditambah ada minuman bandrek panas, membuat saya yang dilanda kantuk hebat dibus tadi menjadi segar dan bersemangat. Tak lupa cemilan-cemilan berupa jajanan tradisional getuk bertabur parutan kelapa, jagung rebus, lemet singkong berbungkus daun pisang benar-benar merupakan suguhan selamat datang yang menggoda selera.
Latar Belakang lahirnya Tenun Gaya
Selesai acara santap siang, saya berkeliling ke area workshop.Beberapa pekerja sibuk mengerjakan bagiannya masing-masing. Bapak Wignyo Rahadi dengan ramah meladeni para peserta yang ingin menanyakan tentang seluk beluk Tenun Gaya. “Workshop di Cisaat ini sebenarnya bukan tempat dimana Tenun Gaya ini diproduksi, karena permasalahan limbah, maka tempat ini hanya digunakan sebagai ruang pamer bagi yang ingin mengetahui proses pembuatan Tenun Gaya”, papar Pak Wignyo. “Lokasi produksi tenun ini berada di kampung Cicohag, Desa Padaasih yang berjarak setengah jam dari sini”, Pak Wignyo menambahkan. Perkenalan dengan dunia tenun sutera berawal ketika menjabat sebagai manajer perusahaan yang bergerak dalam pengadaan benang sutra awal tahun 90-an. Dari mempelajari seluk beluk pembuatan benang sutra dan desain tenun yang baik, pada tahun 2000 , Pak Wignyo memantapkan hati untuk terjun secara total menjadi pengusaha tenun sutera ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Hal ini ditandai dengan mendirikan pabrik dilahan seluas 2500 m2 didaerah Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat dan usahanya itu dikenal dengan nama Tenun Gaya. Beliau menjelaskan bahwa sebagian besar pekerjanya adalah wanita yang semula pembuat batu bata karena memang pabrik yang didirikannya berada dilingkungan pekerja pembuat batu bata. Sehingga tidak dapat dipungkiri ada kendala pada awalnya karena mereka sudah terbiasa bekerja kasar kemudian beralih menenun.
(makanan tradisional khas Sunda yang menggiurkan,nyammmm!)
Namun, Pak Wignyo tetap mendorong mereka agar mau bekerja di workshop penenunan sutera. “Butuh kesabaran dalam menghadapi para pekerja, karena mereka perlu beradaptasi dari pekerjaan kasar ke kerajinan tenun yang membutuhkan keterampilan dan konsentrasi tinggi.
Cukup memusingkan, kain selebar 115 centimeter itu terdiri dari 6.400 lembar benang," katanya. Dengan diajarkannya keterampilan menenun, tentu saja upah yang mereka dapatkan menjadi lebih baik, daripada pekerjaan sebelumnya.
Alur Produksi
Pertama kali saya melihat tenun gaya, saya terpesona dengan warna-warna dan detailnya. Sebuah karya buatan tangan yang sarat inovasi terbalut unsur tradisi yang kental, terkesan etnik tetapi dipadukan dengan sentuhan modern yang cantik.Pada dasarnya menenun adalah teknik pembuatan kain dengan menggabungkan benang secara memanjang dengan melintang, mengawinkan helai-helai benang menjadi selembar kain yang bermotif dan sarat unsur kreatifitas serta penuh makna tradisi. Motif-motif tradisional Indonesia yang dipakai pada Tenun Gaya antara lain motif Pande Sikek, motif Silungkang, dan motif Ulos.
Ada juga teknik kreasi sulam benang putus, teknik tenun salur bintik atau full bintik, teknik songket, teknik pewarnaan batik, teknik pewarnaan ikat,dan sebagainya. Bahkan dengan kreatifitas bapak Wignyo, motif rangrang dari Bali yang dipadukan dengan motif kontemporer memperoleh penghargaan dari UNESCO. Ada cerita panjang untuk menghasilkan dari benang sutera menjadi sehelai kain tenun yang cantik. Proses ini diawali dengan pemasakan benang-benang sutra mentah untuk menghilangkan air liur ulat yang masih melekat dibenang. Setelah direbus selama 5-6 jam, benang menjadi lemas dan tidak kaku. Kemudian dilakukan proses pewarnaan benang sutera yang berlangsung berulang-ulang selama 2 jam agar warnanya meresap kedalam serat sutera. Setelah itu tahap penjemuran yang sangat menggantungkan cuaca.
Jika cuaca panas, cukup 1 hari benang sudah kering, tetapi jika cuaca mendung bisa memakan waktu hingga 3 hari. Kemudian benang dikeprik, supaya benang lemas sehingga dalam tahap berikutnya tidak gampang putus, yaitu dengan menarik dan mengibas-ngibaskan benang. Benang yang sudah siap , digulung didalam kelosan. Proses selanjutnya adalah “pengeresan” yaitu memisah-misahkan benang dan menyusun satu persatu yang dihubungkan melalui sebuah alat dan dinamakan proses Mihane, yaitu menggulung kebung yang besar menjadi gulungan yang lebih kecil. Dari proses Mihane, kemudian proses Pemaletan yaitu memindahkan benang kedalam kelosan lebih kecil sehingga menjadi benang pakan dalam bentuk paletan dengan menggunakan alat pintal berbentuk seperti velg roda sepeda, yang kemudian dimasukkan kedalam teropong , semacam kayu berbentuk persegi dengan ujung runcing yang nantinya berfungsi untuk membantu menganyam benang pada lungsi . Suara gaduh benang dipintal terasa merdu ditelinga saya karena takjub dengan kelincahan tangan-tangan terampil dan ulet pemintalnya. Salah seorang pekerja pria menjelaskan desain motif tenunan ke pekerja wanita yang digantungkan diatas alat tenun berupa kertas dengan pola mirip kristik. ”Saya sudah 6 tahun mendesain motif, kalau dengan mesin dobi jaguard cuma butuh 2 minggu untuk menyelesaikan selembar kain, kalau dengan alat ini bisa 1 bulan”, jelasnya panjang lebar. Ternyata Jaguard adalah alat tenun hasil modifikasi dari Bapak Wignyo sehingga lebih kaya teknik, ada menganyam, memadupadankan warna, sekaligus memudahkan untuk membuat motif.
”Awalnya,digunakan pada mesin, tetapi gara-gara krisis, saya modifikasi dan aplikasikan pada alat tenun sehingga lebih mempercepat proses. Keterbatasan kemampuan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang menyebabkan motif tenun kurang berkembang , dengan alat tenun modifikasi tadi,menenun menjadi lebih simpel, pemula cukup belajar satu bulan untuk bisa mahir dengan alat ini. Semakin banyak warna tentu saja semakin sulit dan lama proses penyelesaiannya.
Bahkan dalam 1 hari hanya selesai 3 cm saja”, papar Pak Wignyo.
(IG Femina: aku dipasangin kain langsung oleh desainer Wignyo Rahadi,coba tebak mana kakiku?)
Tenun Gaya Semakin Mendunia
Dengan semakin meningkatkan minat masyarakat untuk memakai kain-kain tradisional Indonesia, semakin marak pula geliat produksi kain, khususnya sutra yang dihasilkan dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) alias tenun tangan di tanah air 5 tahun terakhir ini. Tenun gaya by Wignyo sudah cukup dikenal dengan warna-warna gradasi yang cukup unik karena pada awal pembuatan , benang tenun diberi warna terlebih dahulu sebelum ditenun.Pemberian warna dengan teknik yang berbeda-beda membuat hasil tenun Gaya by Wignyo bisa sangat bervariasi.Selain kaya akan warna dan detail, desainnya juga memiliki keunikan tersendiri karena merupakan hasil eksplorasi Pak Wignyo ke daerah-daerah penghasil tenun di pelosok nusantara, seperti Sengkang dari Sulawesi , Songket dari Padang, Ulos dari Sumatera, inspirasi batik dari Yogyakarta , dan Pekalongan yang dituangkan dalam karya-karyanya. Tak heran ,Pak Wignyo banyak mendapatkan penghargaan ditingkat nasional maupun internasional, antara lain UNESCO Award of Excellence for Handicrafts in South-East Asia and South Asia 2012 untuk produk selendang pengembangan motif rangrang - Nusa Penida, Bali dan World Craft Council Award of Excellence for Handicrafts in South-East Asia and South Asia 2014 untuk produk selendang pengembangan motif Tabur Bintang - Sumatera Barat dan produk selendang pengembangan motif Ulos Ragidup - Sumatera Utara.
Pemerintah Indonesia juga memberikan penghargaan UPAKARTI kategori “Jasa Pengabdian pada Bidang Usaha Pengembangan Industri Tenun” di tahun 2014 berkat keseriusannya dalam membina para perajin tenun diberbagai daerah. Selain itu Pak Wignyo juga aktif sebagai pengurus Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) periode 2014 – 2019 bidang daya saing produk dan ketua harian Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) periode 2015 – 2019. Dengan memasukkan unsur-unsur tradisional berkarakter Indonesia dan bordir dengan benang sutra telah menjadikan tenun Gaya by Wignyo kental dengan sentuhan modern.
Nama tenun Gaya by Wignyo juga dikenal dengan nama tenun SBY. Nama ini dikenal bukan dari Pak Wignyo sendiri melainkan pada saat Bapak SBY masih menjabat sebagai presiden, beliau acapkali mengenakan busana dari kain tenun Wignyo beserta seluruh keluarga. Akhirnya banyak orang yang menyebut tenun Gaya by Wignyo sebagai tenun SBY.Hal ini justru menimbulkan dampak yang luar biasa karena semakin dikenal sampai ke mancanegara dan uniknya , pemasaran tenun Gaya ini dilakukan secara langsung. Dengan puluhan mesin tenun tradisional, termasuk mesin tenun modern dan didukung lebih dari 80 tenaga kerja yang sebagian besar wanita dan remaja putus sekolah, produk yang dipasarkan hingga merambah ke Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam bahkan Korea ini meliputi selendang, kain panjang yang dikemas dalam gulungan maupun potongan,dan ready to wear berupa baju tunik, baju gamis, kemeja pria dengan konsumennya yang 90 persen adalah kaum wanita baik dari kalangan artis, pengusaha dan pejabat.Tarif yang dipatok untuk sehelai selendang berkisar dari 500 ribu hingga 5 juta rupiah untuk satu set kain panjang, selendang dan kebaya yang diberi sulaman atau bordir, tergantung motif,bahan dan jenis tenunnya. Dalam berpromosi, Wignyo Rahadi juga banyak bekerja sama dengan desainer-desainer ternama di Indonesia , dan menggelar acara peragaan busana secara berkala, salah satunya mengikuti Jakarta Fashion Week tahun 2012 lalu. Showroom Tenun Gaya ada di JL. Cipete Raya No.18-C Jakarta Selatan dan tersebar dibeberapa outlet mal besar di Jakarta dan Bandung.
(mejeng di Kantor Femina ala cover MAGAZINE era 90an)
Program Pemberdayaan Wanita
Femina yang concerned terhadap pemberdayaan wanita memiliki program Wanita Wirausaha. Oleh karena diadakannya kegiatan kunjungan ke Tenun Wignyo Rahadi yang berkaitan dengan pemberdayaan usaha masyarakat menengah kebawah agar lebih produktif ternyata sesuai dengan misi dari BTPN Sinaya.
Bank yang sudah memiliki cabang di 36 kota di Indonesia ini memberikan kesempatan bagi para nasabahnya untuk membantu para pelaku ekonomi mikro.Tabungan para nasabah yang dipinjam oleh masyarakat menengah kebawah digunakan untuk mengelola usahanya.BTPN Sinaya berinisiatif untuk membantu masyarakat dikalangan mass market agar lebih produktif dan mandiri. Mass Market ini ditujukan kepada 3 lini utama yaitu para pekerja UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) , masyarakat Pra Sejahtera Produktif dan para Pensiunan. Sinaya merupakan singkatan “Sinar yang Memberdayakan” yang sesuai dengan tujuan BTPN Sinaya untuk tidak hanya memberdayakan masyarakat, tetapi juga melakukan pendampingan dalam setiap kegiatan. Kegiatan Sahabat Daya oleh BTPN Sinaya sejalan dengan Pemberdayaan Kewirausahaan yang dilakukan oleh Bapak Wignyo Rahadi. Melalui program Relawan Sahabat Daya, Pak Wignyo melakukan pemberdayaan secara berkelanjutan terhadap hasil karya nasabah mass market sehingga mereka bisa memperbaiki kualitas hidupnya. Dengan melibatkan BPTN Sinaya dalam usaha Tenun Gaya, Pak Wignyo banyak menerima manfaat, karena BPTN Sinaya juga membantu dalam peningkatan wawasan suatu produk, melakukan pendampingan sekaligus ikut melestarikan budaya Indonesia dan memberdayakan perempuan Indonesia yang berpenghasilan rendah. Semoga semakin banyak penggiat-penggiat usaha yang terus berkiprah didalam pelestarian budaya Indonesia dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia ekonomi mikro secara konsisten, sehingga kesenjangan antara low class income dan middle class income semakin berkurang. Event yang diselenggarakan oleh Femina ini benar-benar semakin menumbuhkan rasa cinta dan bangga saya akan produk-produk Indonesia serta kekayaan budaya Indonesia.
(source: www.merdeka.com)
Aih, keren banget, Mbak. Selamat ya walau sudah berlalu tiga bulan, hehehe.
ReplyDeleteSaya paling gemes pengen bisa dimuat media-media nasional, eh, mungkin ada cara lain ya selain kirim artikel: ikutan lomba. Tapi itupun kalo menang kaya Mbak. Hihihi.
Btw, nama domain baru bikin aq mudah hinggap kemari. Nama domain yg lama susah diinget, mau BW lupa-lupa terus alamatnya :)
Iya pak/mas?terimakasih sdh setia hinggap diblog saya.
DeleteIni mungkin pas hokinya lg lewat diatas saya.
Siapa tau berikutnya giliran mas Eko.:)
Wah selamat ya mbak archa artikelnya dimuat di femina, bagus artikelnya, penggemar kain tenun juga ya mbak, bagus2 ya cuma pasti agak mahal heu
ReplyDeleteTerimakasih mbak.
DeleteIya saya penggemar kain2 Indonesia. Ini baru nunggu jahitan tenun palembang jadi...hihi