Sebenarnya awal-awal kita berumah tangga,bahkan jauh sebelum kita married,aku dan Tika bisa dikatakan jarang berdekatan.Hal ini karena beberapa kali aku bekerja diluar kota yang lumayan jauh untuk bisa pulang tiap hari.Sebelum married,aku kerja di Bandung,sementara Tika masih kuliah plus kerja diSemarang.
Dan sehabis married pun,kita masih berjauhan,padahal Tika lagi hamil waktu itu,Tapi keadaan memang tidak memungkinkan untuk kami bersatu seatap dulu.Sampai akhirnya perasaan sensitif seorang perempuan yang membutuhkan kedekatan emosional dengan belahan jiwanya,apalagi sedang mengandung,membuatku terpaksa hengkang dari pekerjaanku di Bandung.
Masa-masa awal pindah keSemarang merupakan masa yang berat.Tidak mudah untuk langsung menemukan pekerjaan yang diharapkan seketika.Betapa banyaknya hati dan perasaan yang dikorbankan untuk menjaga hati masing-masing.Bagaimana harus menyisihkan uang untuk biaya kontrol kedokter kandungan yang lumayan mahal.Belum lagi obat-obatan yang menunjang kesehatan janin,cukup menguras tabungan kami yang semakin menipis.
Untungnya Tika orang yang tabah.Aku tau,dia sangat menderita karena harus menjaga perasaan suami sekaligus orang tuanya ( Pada waktu itu kami masih nebeng dirumah mertuaku) Apalagi masih dibebani dengan pekerjaan,kuliah dan kehamilannya.
Akhirnya,berkah itupun tiba.Aku mendapat pekerjaan,setelah kantor yang lama memintaku bekerja di kantor cabang Semarang.Terima kasih Tuhan,ada sedikit rejeki untuk menyambung hidup.
Pekerjaanku sangat menyita waktuku.Apalagi aku benar2 gila kerja.Keluarga Tika sampai2 menjulukiku semut pekerja,golongan semut yang hidupnya untuk bekerja setiap waktu dalam koloni persemutan.Tiada hari tanpa kerja.Berangkat dari rumah jam 8 pagi,pulang jam 2 pagi.Mungkin kalian heran,ya begitulah,karena aku diserahi tugas rangkap2 dan membawahi beberapa PT,baik properti,broker,dan kawasan industri dengan 20 perusahaan asing didalamnya yang rata2 dari Cina ,Jepang,Korea dan Jerman.Apalagi kalo ada project pembangunan pabrik,bisa-bisa ga pulang,karena pekerjaanku harus dituntut 24 jam.
Pengennya sih pulang,tapi kalo pekerja ada shift2an,sedangkan aku dituntut hrs standby terus.
Padahal,jarak rumah ke lokasi cukup dekat.
Parahnya,hari Minggu bukannya libur,tapi semakin pagi pulangnya karena harus lobbying dengan orang2 asing,meng-entertain buyer,investor,dll.
Tidak heran,Tika agak uring-uringan kalo aku pulang,karena aku lebih mengutamakan pekerjaan daripada keluarga.
Lama-lama aku berpikir bahwa bekerja tanpa dukungan keluarga tidak akan sukses.Banyak konflik didalamnya yang bisa merusak keharmonisan.Walaupun hasil yang didapat lumayan,tetapi tidak dapat dinikmati dan menggantikan kebahagiaan.
Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari pekerjaan itu,walaupun secara posisi sudah di tingkat top manajerial.Butuh pengorbanan memang.
Aku merenung dan mengoreksi diri,sambil mencari pekerjaan lain yang cocok.Dan ternyata hokiku memang tidak ikut orang,tetapi mendirikan usaha sendiri.Walaupun kecil2an,tetapi aku dapat mengatur waktuku sendiri.
Mau kerja bisa dirumah,bisa liburan,bisa sibuk lagi.Dan yang pasti kalo kita bekerja dengan diiringi senyuman anak istri akan membuahkan hasil yang menyenangkan.Ternyata pekerjaanku sekarang lebih worth it baik untukku maupun keluargaku,dan pendapatannya melebihi dari sebelumnya.Walaupun pada awalnya aku dihinggapi keraguan,tapi sekarang aku yakin,untuk melangkah dan mengambil keputusan besar,harus disertai dengan doa dan restu keluarga.
Bagi para suami yang gila kerja,harta bukan segala-galanya,keluarga harmonis,melebihi dari harta apapun didunia.
HERI
- For my lovely wife
No comments
Silakan beri komentar ya, saya pasti balas asal NO SPAM dan NO SARA. Thank you...