PERSIAPAN SEBELUM PERHELATAN

Dalam Pelaksanaan pernikahan ini sebelumnya kami melakukan hal2 ini terlebih dahulu:
SOWAN LUHUR
Maksudnya adalah meminta doa restu dari para sesepuh dan piyagung serta melakukan ziarah kubur ke tempat leluhurnya.
WILUJENGAN
Merupakan ritual sebagai wujud permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya dalam melaksanakan hajat diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala halangan. Dalam wilujengan ini memakai sarat berupa makanan dengan lauk-pauk, seperti "sekul wuduk" dan "sekul golong" beserta ingkung (ayam utuh). Dalam wilujengan ini semua sarat ubarampe enak dimakan oleh manusia.kebetulan kami membagi nasi lauk-pauk/banca`an ke tetangga sekitar pada hari Kamis,dan mengadakan doa bersama keesokan malamnya menurut ajaran Katolik,supaya perhelatan nanti dapat berjalan lancar dan sukses.
Tepat Valentine Day tanggal 14 Februari 2004 pagi ,diadakan upacara:
  • PASANG TARUB
Merupakan tradisi membuat `bleketepe` atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi manton. Tatacara ini mengambil `wewarah` atau ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Hal itu dilakukan karena rumah Ki Ageng uang kecil tidak dapat memuat semua tamu, sehingga tamu yang diluar diteduhi dengan "payon" itu ruang yang dipergunakan untuk para tamu Agung yang luas dan dapat menampung seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut "tarub", berasal dari nama orang yang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik tangga sedangkan ibu memegangi tangga sambil membantu memberikan "bleketepe" (anyaman daun kelapa). Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga.
  • PASANG TUWUHAN
Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga.
Tuwuhan terdiri dari :
A. Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak
Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah diharapkan pasangan yang akan menikah telah mempunyai pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.
B. Tebu wulung
Tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing memanis atau sumber manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan `kewicaksanaan` atau kebijakan.
C. Cengkir gadhing
Merupakan symbol dari kandungan tempat si jabang bayi atau lambAng keturunan.
D. Daun randu dari pari sewuli
Randu melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan. Sehingga hal itu bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya.
E. Godhong apa-apa (bermacam-macam dedaunan)
Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan agar terbebas dari segala halangan.
SIRAMAN DAN SADE DAWET (DODOL DAWET)
Siraman
Peralatan yang dipakai untuk siraman adalah sekar manca warna yang dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar, dan tumpeng robyong. Air yang dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber air, atau air tempuran. Air ini kami ambil sumbernya dari rumah kedua belah pihak,dari Gua Maria Lourdes,Air Zam-zam dari Arab,dari SendangSono,dan dari sumber2 lain yang diyakini kesakralannnya.Orang yang menyiram berjumlah 9 orang sesepuh termasuk ayah.
Pelaksanaan tradisi ini Masing-masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai wanita memecah klenthing atau kendhi, sambil berucap "ora mecah kendhi nanging mecah pamore anakku".
Seusai  siraman calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian rambut di tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan rambut tersebut diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah. Upacara ini bermakna membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya `dihalubi-halubi` atau dibuat cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel konde tanpa perhiasan, dan tanpa bunga.


Dodol Dawet
Pada saat calon pengantin dibuat cengkorong paes itu, kedua orangtua menjalankan tatacara `dodol dawet` (menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambang kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak.
Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan `kreweng` (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri , harus saling membantu.


No comments

Silakan beri komentar ya, saya pasti balas asal NO SPAM dan NO SARA. Thank you...